Berlakunya
Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi
menjadi UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.23 Tahun 2014 serta UU No.25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah di Indonesia telah membawa
konsekuensi terjadinya perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintah di
daerah. Kondisi tersebut ditandai dengan semakin banyaknya kewenangan daerah
yang dimiliki dan kebijakaan pemerintah pusat dalam desentralisasi fiskal yang
makin dibatasi. Diharapkan dengan adanya kewenangan tersebut daerah otonom
dapat memperoleh sumber pembiayaan dalam melaksanakan otonominya. Untuk itu
pemerintah daerah dituntut dapat mengelola kewenangannya dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah.
Peran Pemerintah
Daerah dalam pelaksanaan pembangunan daerah harus terus ditingkatkan, selaras
dengan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mewujudkan otonomi
daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab. Pembangunan daerah harus dilaksanakan
secara terpadu dan serasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta
secara bersama-sama mewujudkan keharmonisan dan keseimbangan pembangunan
nasional, mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Salah satu usaha untuk
mencapai tujuan tersebut adalah dengan berbagai upaya perbaikan dan
penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah, melalui pelaksanaan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sesuai dengan
ketentuan yang tercantum didalam pasal 64 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974,
Tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah bahwa perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah sehingga
merupakan kewajiban yang harus dibuat setiap akhir pelaksanaan APBD. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah program kerja yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam
tahun anggaran yang bersangkutan, dan telah ditetapkan oleh Kepala Daerah
dengan persetujuan DPRD, yaitu dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD) menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dituangkan
dalam Peraturan Daerah.
Dalam rangka keperluan analisis dan
pengambilan keputusan maupun untuk memenuhi kelengkapan informasi tentang
Keuangan Negara dalam berbagai keperluan maka Badan Pusat Statistik mengumpulkan
data statistik tentang keuangan daerah dengan tujuan sebagai berikut:
1. Sebagai bahan dalam penyusunan
neraca ekonomi baik di tingkat daerah maupun di tingkat
nasional
seperti pendapatan regional/nasional, tabel input-output, dan neraca arus dana.
2. Memberi gambaran tentang
realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah dilakukan
baik oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
3. Untuk mengetahui potensi dan
peran sumber dana dari masing-masing daerah
4. Sebagai informasi bagi
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
untuk menentukan jenis dan besarnya bantuan pembangunan untuk masing-masing daerah
di bawahnya.
Jenis data yang dikumpulkan dalam
survei ini adalah data statistik keuangan pemerintah daerah provinsi (K-1),
statistik keuangan pemerintah daerah daerah kabupaten /kota (K-2) dan statistik
keuangan pemerintah desa (K-3). Pengumpulan data statistik keuangan pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota dilakukan secara sensus. Sedangkan data
statistik keuangan pemerintah desa dilakukan secara sampel, yang mana jumlah
desa contoh terpilih seluruh Indonesia sebanyak lebih kurang 10% dari jumlah
desa di seluruh Indonesia. Di BPS Kabupaten Blora sendiri, sampel survei
statistik keuangan pemerintah desa dilakukan di 27 desa/keluaran yang tersebar
di 16 kecamatan di Kabupaten Blora.
Referensi :
- Pedoman Pencacahan Survei Statistik Keuangan Daerah
- Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Se
Jawa Tengah 2016-2018
(Kontributor: Anis)